“Life Is Like
Mathematics”
Hidup
bagaikan “himpunan” yang merangkum semua kejadian yang telah terjadi, sedang
terjadi, ataupun yang akan terjadi. Kadang anggota-anggota himpunan tersebut
saling beririsan, bergabung, ataupun berkomplemen.
Tetapi
hidup juga bagaikan “persamaan kuadrat” yang dipenuhi dengan variabel-variabel x
dan y yang saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya, yang harus
diselesaikan dengan cara “faktorisasi” yang memfaktorkan sebab akibat dari
semua kejadian, ketika faktorisasi tersebut tidak berhasil maka harus dilakukan
dengan “melengkapkan kuadrat” supaya hidup menjadi lebih “sempurna”. Dan ketika
dua cara tadi tidak pula berhasil maka mau tidak mau kita harus menggunakan
rumus “ABC” yang memuat “diskriminan” untuk mengidentifikasi penyebabnya apakah
faktor yang mempengaruhi kehidupan tersebut mempunyai dua akar yang berlainan,
dua akar yang sama, apakah “real”dan “rasional”atau malah akar penyebabnya “majiner”.
Tetapi
kadang hidup tidak selamanya dipenuhi dengan “persamaan” yang memuat korelasi
sebab akibat yang “kongruen”. Hiduppun dipenuhi dengan “pertidaksamaan” yang
menyebabkan korelasi sebab akibat menjadi tidak “ekuivalen”.
“Persamaan”
dan “pertidaksamaan” hidup pastinya akan membentuk “gradien” yang
tervisualisasi dalam “diagram Cartesius” kehidupan baik berupa garis lurus
ataupun grafik parabola tergantung dari fungsi kehidupan yang kita ambil.
Fungsi-fungsi
kehidupan selalu berinteraksi membuat suatu relasi fungsi yang memetakan setiap
elemen kehidupan ini tepat kepada satu elemen himpunan akibat dari setiap
langkah yang kita ambil, malah terkadang fungsi-fungsi kehidupan tersebut
saling bergabung membentuk “fungsi komposisi” yang saling berpengaruh antara
satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan “fungsi invers” untuk berhenti
sejenak dan merenungi dari apa yang telah terjadi.
Tidak
hanya itu kehidupan dipenuhi dengan “sudut-sudut elevasi trigonometri”.
Bagaikan sebuah segitiga yang masing-masing sudutnya selalu menghadap kepada
satu sisi pengharapan yang dipengaruhi oleh dua sisi segitiga lainnya yang
merupakan hasil dari jalan yang kita pilih untuk menggapai sisi harapan
tersebut, baik itu sisi positif maupun sisi negatif yang batas antara keduanya
sangat tipis sekali.
Lebih
menariknya lagi kadang kita melakukan langkah “eksponen” untuk menggapai sebuah
harapan dengan asumsi waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat dan efektif.
Tidak salah memang, selama kita paham dan mengetahui sifat-sifat “logaritma”
kehidupan supaya langkah eksponen yang kita ambil tidak gagal.
Harapan
dan asa yang akan kita gapai sebaiknya dikelompokkan dan dipilah dalam bentuk
baris dan kolom “matriks” yang memuat berbagai bentuk “ordo”, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa ordo asa dan harapan dalam satu matriks dapat kita
kombinasikan dalam “matriks identitas” ataupun dengan “determinan matriks” asa
dan harapan lainnya yang akan kita gapai.
“Peluang”
harapan dan asa terkadang membentuk “permutasi” yang mengharuskan kita untuk
menyusun unsur-unsur asa dan harapan berdasarkan urutan atau kedudukan dengan
memprioritaskan mana yang lebih utama dan pertama. Permutasi terkadang berdasarkan
unsur-unsur asa dan harapan yang sama dan kadang pula membentuk “permutasi
siklis”. Ketika permutasi tidak bisa lagi memprioritaskan asa dan harapan dalam
kehidupan maka tidak salah jika kita mencoba untuk melakukan “kombinasi” dengan
mengabaikan faktor urutan atau kedudukan dari asa dan harapan yang akan kita
gapai, sehingga peluang terjadinya asa dan harapan tersebut bisa saling
“berkomplemen”, saling lepas atau bahkan saling bebas.
Zizy
FP 07 Desember 2011
22.15
WIB